Langsung ke konten utama

Patutkah Kita Mengeluh ?

Pernahkah teman-teman ditimpa masalah atau tugas yang tiada henti berdatangan? Tugas sekolah atau tugas kuliah yang terus mengalir bagai air misalnya. Tugas- tugas yang mengundang lisan untuk mengeluh. Bukannya dikerjakan malah mengeluh dan menggerutu. Pasti pernah bukan? Walaupun tak pernah semoga kau menjadi orang yang beruntung dan mampu memahami makna hidup melalui tulisan sederhana ini. Selamat membaca:)

Dinamika kehidupan kita dipenuhi keragaman yang sungguh luar biasa. Ada si kaya, ada si miskin, ada yang pintar, ada yang sedang-sedang bahkan ada manusia dengan segala keterbatasannya namun mampu menjadi manusia yang luar biasa dengan prestasinya. Namun beruntungnya diri kita berada dalam kondisi sebaik saat ini. Mampu mengecap dunia pendidikan, memiliki kesempurnaan fisik, finansial terkendali, dan banyak hal lain yang sangat patut kita syukuri. Apapun kondisi kita saat ini. Syukurilah. Karena di balik itu, ada orang-orang dengan keadaan dan kondisi di bawah kita namun tetap berjuang untuk kehidupan.

“Pada dasarnya kau tidak berdaya jika tidak memiliki rasa syukur”

Kita akan benar-benar menjadi manusia tak berdaya jika tak memiliki rasa syukur. Kita akan menjadi manusia lemah dan lembek apabila setiap waktu selalu mengeluh dengan kondisi. Mengeluh dengan tugas yang diberikan. Mengeluh karena di rumah saja. Padahal , di luar sana begitu banyak manusia lain yang ingin mengecap bangku pendidikan namun terhalang hanya karena alasan ekonomi. Berpa banyak tenaga medis yang merindu keluarga dan ingin pulang namun terhalang oleh kewajiban. Apa yang kita lakukan? Kita malah mengingkari nikmat yang Allah berikan dengan mengeluh dan menggerutu tak jelas. Mari introspeksi diri bersama kawan-kawan.

             Bersyukur adalah salah satu cara untuk menyebarkan energi positif pada diri sendiri dan orang lain. Sebaliknya mengeluh adalah cara untuk menghancurkan diri. Bayangkan saja teman-teman jika mendapat tugas lantas yang kita lakukan adalah mengeluh. Apakah dengan mengeluh tugas akan terselesaikan? Tidak bukan? Maka lebih baik terus semangat dan langsung mengeksekusinya.

Dengan bersyukur kita mampu merenungkan bahwa begitu banyak nikmat yang telah Allah anugerahkan pada kita, hamba-Nya. Diberikan anugerah kesehatan, mampu menghirup udara secara gratis, dan masih banyak nikmat Tuhan lainnya yang tentu tak mampu kita hitung satu per satu. Dengan nikmat yang demikian melimpah itu patutkah kita mengeluh?  Bukankah dengan bersyukur maka Allah akan menambahkan rahmatnya pada kita?

Dan ingatlah juga , tatkala Tuhanmu memaklumkan; “Sesungguhnya jika kamu bersyukur, pasti kami akan menambah nikmat kepadamu, dan jika kamu mengingkari (nikmat- Ku)  maka sesungguhnya azab-Ku sangat pedih”

(Q.S. Ibrahim : 7)

Sungguh luar biasa bukan kawan-kawan. Ternyata dengan bersyukur, Allah akan menambahkan nikmat yang tiada tara pada hambanya. Namun nyatanya tidak semua manusia mampu bersyukur dan memaknai hidup dengan baik dan mendalam. Mengapa ini bisa terjadi teman-teman? Simak ulasan berikut dengan hati ikhlas :)

Mengapa kita seringkali tak pandai bersyukur ? Alasan pertama ialah karena kita terlalu sering mendongak kehidupan seseorang yang levelnya berada di atas kita. Yaa, inilah yang terkadang sering kita lakukan. Membandingkan derajat hidup kita dengan orang lain sehingga kita tak pernah merasa cukup dan selalu mengeluhkan hidup yang kita jalani. Bukannya menjadikan kehidupan orang lain sebagai motivasi bagi kita untuk terus berkembang beberapa orang malah mengeluhkan hidupnya setelah melihat level kehidupan orang lain. Untuk itu teman-teman, terkadang kita perlu melihat kehidupan orang yang berada di bawah kita agar kita bisa bersyukur atas hidup yang Allah anugerahkan pada kita.

Alasan berikutnya adalah tak jarang pula kita terjangkit penyakit “wahn” (cinta dunia dan takut mati). Kecintaan kita pada dunia membuat kita lalai. Sehingga yang kita inginkan hanyalah kesenangan, kekuasaan , dan semacamnya. Karena cinta dunia ini pula, ketika Allah timpakan cobaan padanya maka yang keluar dari lisan adalah keluh kesah. Inilah yang terkadang membuat manusia lalai dan tak pandai bersyukur.

Memiliki sifat mengeluh adalah salah satu sifat manusia. Sebagaimana yang kita ketahui bahwa tak satupun manusia yang luput dari salah dan dosa. Hal ini dielaskan dalam firman Allah yang artinya

“Sesungguhnya manusia diciptakan bersifat keluh kesah lagi kikir. Apabila ia ditimpa kesusahan ia berkeluh kesah dan apabila ia mendapat kebaikan ia amat kikir”

(Q.S. Al- Maariij :19-21)

Walaupun manusia diciptakan dengan sifat keluh kesah, sifat ini haruslah mampu kita kelola. Bagaimana mengelolanya? Dengan cara terus melatih diri untuk mensyukuri setiap keadaan. Serta terus merenungkan nikmat yang telah Allah karuniakan.

Teman-teman mari kita renungkan sejenak benang merah tulisan sederhana ini.

Patutkah kita mengeluh sementara kita masih mampu menghirup udara dengan bebasnya tanpa hambatan. Sedangkan orang di luar sana harus membayar untuk setiap udara yang mereka hirup di sebuah ruangan yang disebut ICU. Patutkah kita mengeluh? Sementara Allah masih memberi jatah usia dan kesehatan pada kita hingga kini. Sedangkan di luar sana berapa ribu nyawa manusia harus berkorban demi mempertahankan keimanan mereka. Patutkan kita mengeluh? Walaupun tugas – tugas terus mengalir bagai air namun Allah masih memberi kesempatan pada kita untuk mengecap pendidikan. Sementara di luar sana begitu banyak anak-anak yang tak mampu bersekolah hanya karena alasan ekonomi. Patutkan kita mengeluh? Tidak , kita tak patut mengeluh karena boleh jadi kehidupan yang kita keluhkan saat ini adalah kehidupan yang didiambakan ribuan orang di luar sana. Dengan rentetan nikmat yang telah Allah karuniakan rasanya kita tak berhak untuk mengeluh sedikitpun. Artinya selalu ada alasan untuk terus bersyukur :)

Ahli syukur yang sejati adalah ketika ia memperoleh harta, pangkat, kedudukan ataupun gelar, ia hanya berpikir bahwa semuanya adalah karunia Allah yang diberikan agar ia lebih dekat kepada- Nya. Dan ia menggunakan karunia itu dengan benar agat berbuah berkah di jalan Allah. Inilah tipe ahli syukur.

(KH. Abdullah Gymnastiar)


Komentar

Postingan populer dari blog ini

Perihal Jodoh

  Terlalu menanti   36 : 36 hingga lupa 21 : 35 bisa datang tanpa aba – aba    ***   Manusia mana yang tak tertarik begitu membahas perihal jodoh? Manusia mana yang tak memiliki ketertarikan dengan lawan jenisnya. Setiap manusia tentu memiliki ketertarikan pada lawan jenisnya karena itu adalah fitrah manusia. Namun, cara mereka mengelola ketertarikan itulah yang menjadi pembeda setiap manusia.   Apa yang terlintas dalam benakmu bila mendengar kata ‘jodoh’? pasangan hidup? Pangeran berkuda? Belahan jiwa yang telah lama kau cari? Yaa, agaknya itulah yang muncul dalam benak kita bila mendengar kata jodoh. Siapa yaa jodohku , katanya. Berbicara tentang jodoh berarti berbicara mengenai belahan jiwa. Katanya, Jodoh ibarat kepingan puzzle yang melengkapi hidup kita. Maka, wajar jika kita bertanya-tanya siapa dan di mana   belahan jiwa ini berada. Seperti namanya belahan jiwa maka jika terbelah selamanya ia akan terasa kosong, semacam ada yang kurang dalam hidup. Sudah, sudah jan

TIPS MENULIS ALA TERE LIYE

  “Orang boleh pandai setinggi langit, tapi selama ia tidak menulis, ia akan hilang di dalam masyarakat dan dari sejarah. Menulis adalah bekerja untuk keabadian.” ―   Pramoedya Ananta Toer   Menulis merupakan proses menuangkan isi pikiran dan gagasan ke dalam sebuah lambang-lambang bahasa. Menulis nyatanya tak semudah membalikkan telapak tangan. Menulis adalah sebuah proses panjang yang memerlukan waktu dan latihan yang rutin. Menulis ibarat pedang yang semakin terasah akan semakin tajam. Artinya semakin dilatih kemampuan menulis akan semakin baik dan berkembang. Berbicara perihal menulis, pikiran sebagian remaja akan tertuju pada sosok bernama Tere Liye. Siapa yang tak mengenal Tere Liye? Seorang penulis terkenal yang telah menerbitkan puluhan novel dengan beragam genre. Dalam  suatu forum workshop kepenulisan yang diadakan pada 22 Desember 2022  di Lombok, Tere Liye hadir membawa obor dengan misi menyebarkan ilmu dan harapan untuk menambah penulis muda bertalenta. Tere Liye memampar

Hiduplah Seperti Dandelion

“Males ah bantu dia. Dia datangnya cuma pas butuh” kata si A sambil bergumam. Teman-teman pernah mengalami situasi seperti ini? Memiliki teman atau seseorang yang terkadang sangat jauh dari kehidupan kita. Lantas , tiba – tiba datang saat menginginkan bantuan atau membutuhkan sesuatu. Pasti ada bukan? Karena manusia di bumi ini memiliki beragam karakter. Maka sepatutnya kita menghargai perbedaan karakter tersebut. Bagaimana reaksi teman-teman jika mendapati seseorang seperti dalam kasus tersebut? Mengabaikannya? Just read pesan WhatsApp yang dikirim untuk memohon bantuan dari kita? Apapun dan bagaimapun reaksi kita sebaiknya kita menanggapinya dengan baik dan bijak kawan-kawan. Lah kok ditanggapi dengan baik dia kan tidak pernah hadir saat kita membutuhkan. Tidak pernah ada saat kita kesusahan. Bukankah sebaiknya kita membantu orang yang setia dan selalu ada bagi kita setiap saat saja?   Baik teman-teman mari kita bahas perihal ini secara perlahan. Selamat membaca dengan hati :)