Oleh : LINA AGUSTINA
Universitas Mataram
"Melupakan satu hal berarti dapat membuat kefatalan yang cukup besar."
Nelson
Mandela, tokoh revolusioner antiapatride dan Presiden Afrika Selatan menyatakan bahwa pendidikan adalah senjata
paling mematikan di dunia, karena dengan pendidikan, Anda dapat mengubah dunia.
Pendidikan sebagai senjata paling mematikan karena dengan pendidikan seseorang
dapat memperoleh pengetahuan, keterampilan, dan karakter sebagai bekal
hidupnya. Pendidikan ibarat pabrik untuk menempa dan membentuk sumber daya agar
siap menghadapi kehidupan. Untuk itu, pemerataan pendidikan adalah solusi untuk
memajukan sebuah bangsa. Dengan meratanya kualitas pendidikan maka kualitas
Sumber Daya Manusia juga akan sama di setiap daerah di suatu bangsa. Bagaimanakah
makna pemerataan pendidikan? Apakah pemerataan pendidikan hanya bermakna
penyetaraan kualitas sarana dan prasana?
Setiap
warga negara Indonesia berhak dan wajib mendapatkan pendidikan yang layak. Hal
ini tercantum dalam Undang-Undang Dasar 1945 pasal 31 ayat (1) dan (2) yaitu
(1) setiap warga negara berhak mendapat pendidikan; (2) setiap warga negara
wajib mengikuti pendidikan dasar dan pemerintah wajib membiayainya. Pasal ini
menegaskan bahwa setiap Warga Negara Indonesia berhak dan wajib mendapat pendidikan.
Selain itu, kewajiban mengikuti pendidikan dasar juga menjadi poin dalam pasal
ini. Poin dalam pasal ini adalah salah satu landasan dalam upaya pemerataan
pendidikan. Pemerataan pendidikan adalah kondisi adanya persamaan kesempatan
untuk memperoleh pendidikan dan keadilan dalam memperoleh pendidikan. Pemerataan
pendidikan juga bermakna adanya kesamaan akses
pendidikan dengan adil tanpa memandang kepentingan, golongan, dan
sebagainya. Artinya , setiap warga negara Indonesia entah itu suku jawa, papua,
anak normal, dan penyandang disabilitas memiliki hak dan akses yang sama terhadap
pendidikan. Akan tetapi, apakah setiap warga negara sudah mendapatkan
pendidikan, khususnya pendidikan dasar, dengan baik? Apakah penyandang
disabilitas sudah mendapatkan pendidikan yang layak?
Penyandang
disabilitas adalah elemen Warga Negara Indonesia yang hak dan kewajibannya juga
telah diatur dalam Undang – Undang Dasar dan memiliki landasan hukum yang
menjamin hak dan kewajibannya yaitu dalam Undang – Undang Republik Indonesia
Nomor 8 Tahun 2016 Tentang Penyandang Disabilitas. Dalam Undang – Undang ini
penyadang disabilitas adalah orang yang mengalami keterbatasan fisik,
intelektual, mental, dan / atau sensorik dalam jangka waktu yang lama yang
dalam berinteraksi dengan lingkungan dapat mengalami hambatan dan kesulitan
untuk beradaptasi secara penuh dan efektif dengan warga negara lainnya
berdasarkan persamaan hak. Penyandang disabilitas juga memiliki hak dan kewajiban
yang sama sebagaimana WNI pada umumnya yaitu untuk mendapatkan pendidikan yang
layak. Hak ini juga telah diatur secara khusus dalam UU Nomor 8 Tahun 2016 pasal 10.
Bagaimana fakta pendidikan bagi penyandang disabilitas? Sudahkah mereka
mendapatkan kemerdekaan belajar sebagaimana visi merdeka belajar sebagai
gerbang pemerataan pendidikan?
Berdasarkan
data Survei Sosial – Ekonomi Nasional ( Susenas) 2019, jumlah penyandang
disabilitas di Indonesia sebesar 9,7 % dari jumlah penduduk atau sekitar 26 Juta
orang. Dengan jumlah penyandang disabilitas yang cukup besar , ternyata fakta
pendidikan bagi penyandang disabilitas masih miring. Menurut data BPS tahun 2018
menyebutkan bahwa terdapat 30,7 % penyandang disabilitas yang tidak tamat
sekolah sampai tingkat menengah. Data lebih rinci diperoleh dari Survei Ekonomi
Nasional ( Susenas) tahun 2018 menyebutkan bahwa hanya 56 persen anak
penyandang disabilitas yang lulus sekolah dasar, dan hamper 3 dari 10 anak
dengan disabilitas tidak pernah mengenyam pendidikan. Fenomena ini berimbas
pada lapangan pekerjaan bagi penyandang disabilitas pada periode 2016-2019
tidak pernah tumbuh lebih dari 49 %. Padahal pemerintah telah meneken UU Nomor
8 Tahun 2016 tentang Penyandang Disabilitas terus mendorong agar pihak swasta dan
BUMN membuka pintu seluas-luasnya bagi penyandang disabilitas. Berdasarkan UU
tersebut diamanatkan perusahaan swasta untuk mempekerjakan 1% penyandang
disabilitas dari total pekerjanya, sedangkan perusahaan BUMN sebanyak 2%.
Artinya semakin banyak penyandang disabilitas yang tak mendapat pendidikan yang
layak maka semakin menurun kualitas Sumber Daya Manusia dan upaya pemerintah
dalam pemerataan pendidikan patut dipertanyakan.
Rendahnya
jumlah penyandang disabilitas yang tidak
mendapatkan pendidikan disebabkan oleh berbagai faktor seperti kurangnya
infrastruktur sekolah yang memadai, kurangnya tenaga pengajar khusus, dan juga
stigma masyarakat terhadap ABK. Hal ini menambah landainya jumlah penyandang
disabilitas yang tak mendapat pendidikan. Padahal, untuk mewujudkan sumber daya
unggul setiap warga negara termasuk penyandang kebutuhan khusus berhak
mendapatkan pendidikan yang layak. Lantas bagaimana upaya pemerintah dalam
meningkatkan Angka Partisipasi Sekolah bagi penyandang disabilitas? Apakah
merdeka belajar mampu memberikan kemerdekaan belajar bagi penyandang
disabilitas sebagai gerbang pemerataan pendidikan?
Sebagai
bentuk perhatian terhadap penyandang disabilitas, pemerintah mendirikan sekolah
khusus bagi penyandang disabilitas yang disebut Sekolah Luar Biasa ( SLB).
Apakah ini solusi yang tepat? Faktanya, solusi ini justru membuat jurang yang
semakin dalam antara penyandang disabilitas dengan masyarakat dan membuka pintu
diskriminasi yang sangat lebar bagi mereka. Bagaimana tidak? Walaupun di SLB
ini siswa penyandang disabilitas mendapat pendidikan dengan tenaga pengajar
khusus, mereka belum dapat berinteraksi secara langsung dengan masyarakat. Hal
ini membuat jurang yang semakin lebar bagi penyandang disabilitas dan
masyarakat. Selain itu, stigma masyarakat juga akan semakin menguat dengan
adanya sekolah khusus bagi penyandang disabilitas. Tak sedikit , anak
penyandang disabilitas yang enggan sekolah karena harus berada di lingkungan
khusus yang notabene siswa penyandang disabilitas. Adanya SLB ini juga membuka
pintu diskriminasi dalam pendidikan. Diskriminasi yang dimaksud adalah dengan
adanya fakta memisahkan tempat sekolah bagi siswa penyandang disabilitas dengan
siswa umum. Sangat ironis apabila dunia pendidikan yang seharusnya sebagai
tempat belajar bagi semua kalangan justru harus terpetak-petak hanya karena
perbedaan kemampuan. Bagaimana upaya Merdeka Belajar menyasar pemerataan
pendidikan bagi penyandang disbilitas ?
Merdeka
Belajar adalah adalah program yang
diluncurkan oleh Menteri Pendidikan, Riset, dan Kebudayaan Nadiem Anwar
Makarim. Ide ini melesat dengan harapan mampu memberi solusi dan harapan baru
bagi dunia pendidikan. Merdeka Belajar berupaya untuk memberi kebabasan bagi
sekolah, siswa, dan guru untuk berkreasi dalam pembelajaran dan tidak terlalu
diikat peraturan. Merdeka Belajar juga memiliki banyak cabang program yang
ditawarkan untuk mahasiswa dalam rangka mengasah kreativitas dan melatih diri
untuk terjun ke dunia kerja. Akan tetapi, cemerlangnya program Kampus Merdeka
ini menjadi cukup memudar karena belum menyasar penyandang disabilitas. Apakah
mereka terlupakan? Atau dianggap tidak mapan? Padahal haknya pun telah dijamin
dalam Undang-Undang. Melupakan satu hal berarti dapat membuat kefatalan yang
cukup besar. Ibarat susunan puzzle yang kehilangan satu potongan puzzle maka ia
menjadi tak utuh.
Kampus
Mengajar sebagai Gerbang Pemerataan Pendidikan
Salah satu
program Merdeka Belajar Kampus Merdeka adalah Kampus Mengajar. Kampus mengajar
adalah program yang memberikan kesempatan kepada mahasiswa untuk membantu para
guru dan kepala sekolah jenjang SD dan SMP dalam melaksanakan kegiatan
pembelajaran yang terdampak pandemi. Melalui program ini, mahasiswa dapat
membaktikan ilmu, keterampilan, dan menginspirasi para murid sekolah dasar dan
menengah untuk memperluas wawasan dan cita-cita mereka. Lagi-lagi sasaran
program ini adalah jenjang SD dan SMP dengan akreditasi rendah dan tingkat
literasi numerasi rendah. Apakah penyandang disabilitas mendapat lirikan? Tidak
Apabila
program Kampus Mengajar ini menyasar SLB, SMPLB atau sekolah inklusi lainnya
maka hal ini akan memberi inovasi yang sangat baik bagi penyandang disabilitas.
Selain pemerataan dari segi jangkauan pendidikan, pemerataan profesionalitas
tenaga pendidik juga akan mengantarkan pada pemerataan pendidikan. Sebelum
melaksanakan penugasan, para peserta Kampus Mengajar tentu diberi pembekalan.
Melalui pembekalan ini peserta Kampus Mengajar memiliki modal yang baik saat di
tempat penugasan. Memberi pembekalan tentang pendidikan inklusi kepada peserta
Kampus Mengajar tentu akan sangat baik apabila Kampus Mengajar mampu menyasar
sekolah inklusi.
Sekolah
Inklusi , Solusi Pemerataan Pendidikan bagi Penyandang Disabilitas
Pembelajaran
inklusi adalah salah satu wujud pemerataan pendidikan dan bentuk perwujudan
pendidikan tanpa diskriminasi di mana anak berkebutuhan khusus dan anak pada
umumnya memperoleh pendidikan yang sama. Dalam
sebuah sekolah inklusi, siswa penyandang disabilitas dan siswa umum berada
dalam kelas yang sama dan menerima materi pembelajaran yang sama. Sekolah
inklusi dapat menjadi solusi untuk memperkecil jurang pemisah antara penderita
disabilitas dengan masyarakat dan membrantas deskriminasi dalam pendidikan. Isu
sekolah inklusi ini masih menjadi kontroversi banyak pihak. Pasalnya , tidak
semua sekolah mampu melaksanakan pembelajaran inklusi dengan alasan
keterbatasan fasilitas, kurangnya tenaga profesional, dan sebagainya. Di
sinilah peran mahasiswa Kampus Mengajar dalam membantu pembelajaran di sekolah
inklusi. Memberikan inovasi dengan membuat media pembelajaran yang tepat bagi
penyandang disabilitas, menjadi guru pendamping ( shadow teacher) bagi penyandang disabilitas adalah langkah yang
sangat menarik untuk dilaksanakan dalam program Kampus Mengajar. Sebagaimana
slogan Kampus Mengajar Angkatan 3 #belajarsambilberdampak Kampus Mengajar
diharapkan dapat berdampak lebih luas ke depannya hingga memberi dampak bagi
penyandang disabilitas.
Dengan demikian, Merdeka Belajar benar-benar dapat menjadi wadah belajar
yang merdeka bagi semua kalangan. Merdeka Belajar dapat mewujudkan pemerataan
pendidikan dan mewujudkan kemerdekaan belajar yang utuh.
Semangat🔥
BalasHapusKeren kak
BalasHapus