MENGEJUTKAN !! GURU DI NEGARA MAJU LEBIH TAKUT MURIDNYA TAK PANDAI MENGANTRE DARIPADA TAK PANDAI TRIGONOMETRI
Baru – baru ini penulis menemukan sebuah kabar yang amat mencengangkan dan mengagetkan. Ya sebuah kabar yang tak diasangka – sangka. Sebuah rahasia kemajuan dalam dunia pendidikan di negara – negara maju. Penasaran? Simak penjelasan berikut.
Seorang guru di Australia pernah berkata “ Kami tidak terlalu khawatir anak – anak sekolah dasar kami tak pandai matematika. Kami jauh lebih khawatir jika mereka tak pandai mengantre” Mengapa bisa demikian? Selama ini kita menyangka bahwa kepandaian anak – anak di negara maju adalah buah dari kerja keras sang guru dalam mengajarkan siswanya bukan? Mengapa malah seorang guru ini mengaku demikian? Ada apa di balik ini?
Ternyata setelah ditanyakan mengapa demikian? Sang guru menjawab dengan untaian kalimat yang amat panjang. Sang guru berkata bahwa kita hanya perlu waktu selama tiga bulan secara intensif untuk melatih anak agar bisa menguasai matematika. Akan tetapi memerlukan waktu 12 tahun atau lebih untuk membuat anak bisa mengantri atau memahami sederet pembelajaran di balik proses mengantre. Apa artinya teman – teman? Ternyata guru – guru di negara maju mendahulukan pembelajaran adab atau etika di atas pembelajaran akademik lainnya. Mereka percaya bahwa memerlukan waktu lama untuk membentuk karakter baik pada anak. sehingga harus dilakukan sejak dini. Untuk itu, guru – guru di negara maju lebih khawatir siswanya tak pandai mengantre daripada tak pandai matematika.
Alasan kedua adalah karena tidak semua anak kelak akan menggunakan ilmu matematika seperti perkalian, pengurangan, penjumlahan dan sebagainya. Mereka yakin bahwa setiap anak memiliki potensi yang berbeda. Mereka yakin bahwa tak semua dari mereka harus menguasai matematika secara mumpuni karena sebagian dari mereka akan menjadi penari , atlet, musisi, pelukis , dan lain – lain. Guru – guru di negara maju sangat menghargai dan meyakini potensi siswanya. Tugas mereka adalah terus membimbing dan memberi motivasi agar siswa terus semangat meraih cita – citanya.
Alasan ketiga inilah yang membuat kita tercengang. Sang guru menyatakan bahwa semua murid di sekolah lebih membutuhkan pelajaran etika dan moral serta ilmu berbagi dengan orang lain saat dewasa kelak. Mereka percaya bahwa moral yang baik, dan kemampuan berkomunikasi yang mumpuni merupakan suatu hal yang amat berguna di masa depan. Sehingga guru – guru di negara maju lebih menekankan pada aspek softskill dan mengembangkan potensi siswa secara maksimal pula.
(PELAJARILAH ADAB SEBELUM MEMPELAJARI SUATU ILMU)
Agaknya kita sudah sangat sering mendengar pepatah di atas. Mempelajari adab sebelum mempelajari ilmu. Menanamkan adab sejak dini memanglah sangat penting. Guru di negara maju agaknya sudah menerapkan pepatah ini. Hal ini terbukti dari pengakuan guru asal Australia di atas yang menyatakan bahwa ia tak khawatir bila siswanya tak pandai matematika. Akan tetapi ia akan khawatir bila siswanya tak pandai mengantre.
Mengantre ? mengantre kan hanya sebuah perkara remeh. Kita semua pasti bisa kok.
Jika berbicara perihal mengantre, pasti akan ada bisikian – bisikan seperti yang di atas kan teman – teman. Yaa tentu semua orang bisa mengantre. Saya , kau , kalian dan kita semua saya yakin juga bisa mengantre. Malah sangat pandai mengantre hingga menerobos kerumunan. Wkwkwk.
Mengantre nyatanya tak semudah yang diucapkan. Mengantre ternyata tak segamblang itu teman – teman. Buktinya, tak semua warga Indonesia pandai mengantre dengan sabar. Notabene warga Indonesia malah sangat malas mengantre dan amat pandai menerobos antrean dengan segala kuasa dan kekuatannya. Sangat menyebalkan bukan jika kita sudah mengantre lama namun malah didahului orang yang menerobos antrean? Okee , keep calm. Sabar.
Mengapa guru – guru di Australia lebih khawatir siswanya tak pandai mengantre daripada tak pandai trigonometri? Nyatanya terdapat begitu banyak pembelajaran yang bisa didapatkan melalui proses mengantre teman – teman. Apa itu ?
- Melalui proses mengantre kita dapat belajar manajemen waktu. Jika ingin mendapat giliran lebih awal ya datanglah lebih awal dan mengantre paling depan. Secara tidak langsung hal ini mengisyaratkan bahwa untuk meraih sesuatu harus ada persiapan sejak dini.
- Mengantre dapat melatih kesabaran. Yaa, dengan mendapat antrian di nomor 2 , 3 , dan seterusnya kita dapat belajar untuk bersabar. Bersabar dengan tidak marah – marah. Bersabar dengan tidak menerobos antrean. Begitu pula dalam kehidupan ini. Kita harus terus bersabar dan tidak protes pada proses.
- Kita dapat belajar untuk menghormati hak orang lain. Yaa, sangat benar teman – teman. Dengan mengantre , kita dapat menghormati hak orang lain yang dapat lebih dahulu ialah mereka dengan antrean yang lebih depan.
- Mengantre dapat melatih disiplin, setara dan tidak menyerobot hak orang lain. Ini merupakan pembelajaran esensial dalam proses mengantre. Dalam sebuah antrean semua orang memiliki hak yang sama. Tak ada dalil bahwa pejabat harus mengantre paling depan. Dalam sebuah antrean, siapa yang datang terdahulu ialah yang mendapat tempat di depan. Melalui mengantre pula kita dapat belajar untuk tidak menyerobot atau mengambil hak orang lain, belajar untuk berdisiplin, dan terus bersabar menunggu giliran.
- Proses mengantre juga melatih kreativitas kita. Orang yang kreatif tentu akan menggunakan waktu mengantre dengan sebaik mungkin. Seperti orang Jepang misalnya akan membaca buku saat mengantre. Sungguh bagus bukan, kita dapat melakukan hal yang lebih kreatif sembari menunggu giliran.
- Dengan mengantre kita bisa mendapat kenalan baru, memperluas relasi dengan menyapa orang – orang di sekitar kita. Bahkan mungkin bertemu teman lama melalui sebuah proses mengantre.
- Kita dapat belajar hukum sebab – akibat melalui mengantre. Jika datang terlambat maka konsekuensinya adalah mengantre di belakang begitupula sebaliknya.
Itulah sekian di antara ribuan makna dan pembelajaran yang bisa kita dapatkan melalui pendidikan mengantre teman – teman. Ternyata mengantre akan dapat melatih jiwa dan kedisiplinan kita. Namun, fakta di negeri kita tercinta sungguh miris teman – teman. Proses mengantre sesuai barisan seolah hal yang dianggap aneh di sini.
“Dasar penakut “ katanya jika tak berhasil menerobos antrean dan terus menunggu giliran. Maka tak heran bila di negara kita banyak koruptor. Bagaimana kasus korupsi tidak meningkat , jika menjalankan amanah kecil seperti mengantre saja tak bisa?
Pembelajaran moral dan etika sangat krusial bagi generasi bangsa khususnya anak – anak. Kita ambil contoh sederhana seperti pembelajaran mengantre, jika kita terus mendorong anak – anak Indonesia untuk menjadi generasi yang anti - antre maka mereka akan menjadi generasi tak bermoral untuk selamanya. Menjadi generasi yang anarkis untuk meraih tujuan. Menggunakan kekuasaan dan jabatannya untuk meraih sesuatu. Hal ini sangat mengerikan bukan teman – teman. Sangat mengerikan. Apa kabar Indonesia jika bakal generasi penerusnya saja masih tak pandai mengantre?
Mari kita mengambil pembelajaran dari negeri sakura Jepang tentang pentingnya moral dan sopan santun. Dalam tradisi jepang, hal yang paling diutamakan adalah sopan santun dan moral yang baik. Fokus pendidikan dasar di jepang lebih menitikberatkan pada pentingnya moral. Hal ini merupakan suatu bekal yang “sengaja” bukan “tak sengaja” diberikan pada anak – anak di jepang. Bagaimana mekanismenya? Siswa sekolah dasar di Jepang diajarkan sistem nilai moral melalui empat aspek , yaitu :
- Menghargai diri sendiri (regarding self)
- Menghargai orang lain (relation to others)
- Menghargai lingkungan dan keindahan ( relation to nature & sublime)
- Menghargai kelompok dan komunitas ( relation to group & society)
Inilah empat moral yang ditanamkan pada anak – anak di jepang. Mereka diajarkan bahwa mereka tak dapat hidup semau mereka terutama dalam hidup bermasyarakat. Mereka diajarkan untuk menghargai orang lain, lingkungan, dan kelompok atau komunitas yang ada di sekitar mereka. Bagaimana dampaknya? Hal ini berdampak pada sikap peduli pada sesama dan pada lingkungan, tidak merusak tanaman, serta budaya membuang sampah pada tempatnya. Bahkan , penulis pernah membaca dalam sebuah artikel bahwa selokan – selokan di jepang kian bersih sehingga dijadikan sebagai kolam bagi ikan – ikan hias. Bayangkan, betapa indah dan harmoninya kehidupan bila anak – anak di Indonesia juga dapat menjadi demikian.
HIDUP KITA PULA ADALAH ANTREAN
Jika direnungkan lebih mendalam , bukankah hidup kita pula adalah sebuah antrian. Hidup kita adalah antrian menuju kematian. Namun anehnya , kita tak tahu berada di antrian mana? Apakah antrian terdepan, tengah , atau belakang. Kita tak tahu karena ini adalah antrian yang tak kita sadari. Bila hidup kita adalah antian pula maka kita harus kreatif dalam menjalani proses mengantri ini. Kreatif yang seperti apa? Yaitu dengan memanfaatkan waktu antrian sebaik mungkin untuk mengumpulkan amalan terbaik agar bisa masuk antrian dengan selamat.
(Hidup adalah antrian yang tak kita sadari hingga banyak yang terlena di dalamnya)
Pada akhirnya, bila hidup kita pula adalah antrean maka janganlah terus berprotes. Sebuah antrean pasti mendapat giliran. Selama kau sabar dan pandai memanfaatkan waktu mengantre. Untuk itu, marilah kita memulai peruabahan pada diri mulai dari hal terkecil. Mulai menghargai antrean. Mulai berdisiplin dalam mengantre.
Selamat Mengantre!
#InfoBahasa
Teman – teman mungkin mengira bahwa pandanan kata “antrean” dalam wacana adalah salah bukan? Karena kita kerap menyebut “antri” bukan “antre”. Akan tetapi, setelah mengecek dengan Kamus Besar Bahasa Indonesia (KBBI) edisi V pandanan kata antri merupakan bentuk tak baku dari antre. Artinya bentuk bakunya adalah antre. Antre merupakan verba dengan makna berderet – deret ke belakang menunggu untuk mendapat giliran ( membeli karcis, mengambil ransum , membeli bensin , dan sebagainya). Kata antre memiliki kata turunan berupa antrean, mengantre , pengantre, dan pengantrean.
Komentar
Posting Komentar